Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari 2008 invasion of Anjouan di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Invasi Anjouan 2008 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Berkas:Anjouan invasion.jpg Tentara Tanzania di Anjouan | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Prancis (bantuan logistik)[1] | Anjouan | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
A.A. Sambi | Mohamed Bacar | ||||||
Kekuatan | |||||||
2.000[3] | 500[3] | ||||||
Korban | |||||||
Tidak ada |
3 tewas 10 terluka 100 ditangkap[4] | ||||||
11 penduduk terluka[5] |
Invasi Anjouan 2008 (disebut Operasi Demokrasi di Komoro[6][7]) dimulai pada tanggal 25 Maret 2008 dengan dilancarkannya serangan terhadap pulau Anjouan, salah satu pulau di Komoro, yang dipimpin oleh Komoro dan dibantu oleh tentara Uni Afrika, termasuk tentara dari Sudan, Tanzania, Senegal dan bantuan logistik dari Libya. Tujuan serangan ini adalah untuk menggulingkan Kolonel Mohamed Bacar yang menolak untuk meletakan jabatannya setelah pemilihan umum tahun 2007 yang kontroversial.[8]
Invasi ini terjadi pada pagi tanggal 25 Maret 2008. Kota utama Anjouan dengan cepat diduduki dan pulau Anjouan dinyatakan dikuasai oleh tentara penyerang pada hari itu. Mohamed Bacar berhasil melarikan diri ke Mayotte pada 26 Maret untuk mendapatkan perlindungan politik. Kemudian ia ditahan oleh pemerintah Prancis dan dibawa ke pulau Réunion. Pada tanggal 15 Mei, Prancis menolak permintaan perlindungan politik Bacar tetapi kantor urusan pengungsian Prancis menyatakan bahwa pemimpin yang dikucilkan tidak bisa dikirim kembali ke Komoro dengan alasan risiko persekusi.[9] Beberapa analis menyatakan bahwa Uni Afrika berharap menang dengan mudah terhadap Anjouan untuk memperoleh reputasi internasional untuk menggantikan kegagalan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Sudan dan Somalia.[10]